NUTRISI KEDELAI PADA OBESITAS DAN DISMETABOLIK SINDROM
DOI:
https://doi.org/10.22219/sm.v6i2.940Abstract
Obesitas tidak hanya menjadi masalah estetika semata tetapi juga telah menjadi masalah kesehatan utama saat ini, hal ini disebabkan karena obesitas merupakan faktor resiko terjadinya dismetabolik sindrome seperti diabetes, hipertensi, hiperlipidemi dan penyakit jantung koroner. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 di Indonesia, menunjukan bahwa prevalensi obesitas pada wanita berusia lebih dari 15 tahun yaitu 23,8% dan pada laki-laki berusia lebih dari 15 tahun yaitu 13,9%. Sedangkan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, 41%-50% obesitas pada wanita terjadi pada usia lebih dari 55 tahun (usia menopause) (Depkes, 2007).Obesitas terjadi karena adanya asupan energi yang lebih besar daripada energi yang digunakan sehingga terjadi penimbunan energi dalam sel adiposit dalam bentuk sel adiposit yang hipertrofi dan hiperplasi. Salah satu regulator utama yang penting dalam regulasi metabolisme dan deposisi lemak dalam sel adiposit adalah hormon estrogen (Cooke, 2004). Sel adiposit terbukti memiliki reseptor estrogen α (ERα) dan reseptor estrogen β (ERβ) (Wook, 2008). Efek reseptor estrogen pada sel adiposit adalah meregulasi jaringan adiposit dengan meningkatkan lipolisis dan memodulasi ekspresi gen yang meregulasi deposisi lemak di sel adiposity. Tingginya prevalensi obesitas pada wanita menopause dan pentingnya peranan estrogen dalam regulasi dan deposisi lemak pada sel adiposit viscera maupun subcutan, mendorong para peneliti melakukan berbagai percobaan untuk mencari sumber estrogen eksogen. Beberapa senyawa yang berasal dari tumbuhan yang dikenal dengan fitoestrogen, mempunyai aktifitas serupa dengan aktifitas hormon estrogen karena mempunyai struktur yang mirip dengan hormon estrogen, senyawa tersebut adalah flavon, isoflavon dan derivat comestans. Isoflavon banyak terdapat pada tanaman kacang-kacangan, terutama kedelai dan produk olahannya (Tanu 2005). Fitoestrogen dari kedelai mampu berikatan dengan reseptor estrogen, walaupun afinitasnya terhadap reseptor estrogen sangat rendah dibandingkan dengan estrogen endogen sehingga diperlukan jumlah fitoestrogen yang besar untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen. (Hidayati 2003). Pada keadaan tidak terdapatnya estrogen endogen, seperti pada hewan yang diovariektomi, isoflavon dapat bekerja melalui jalur alternatif, seperti jalur tirosin kinase, jalur mitogen-activated protein kinase, atau jalur epidermal growth factor. Isoflavon dapat mencegah penimbunan lemak dengan meghambat kerja enzim lipogenik lipoprotein lipase (Jr J.A. ford, 2006).
Kedelai adalah salah satu bahan makanan sehari-hari penduduk di Asia. Rata-rata konsumsi kedelai masyarakat Indonesia menempati urutan kedua di dunia setelah Jepang, yaitu 200 gram produk kedelai atau olahannya per hari. Tingginya kandungan gizi dalam kedelai menjadikan produk kedelai dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu kandungan gizi dalam kedelai adalah isoflavon. Adanya kandungan isoflavon pada kedelai, memungkinkan konsumsi kedelai dalam jumlah tertentu dapat memberikan efek serupa dengan efek hormon estrogen endogen. (Koswara, 2006).
Key word : kedelai – isoflavon – obesitas – dismetabolik syndrome
Downloads
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish with this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.