ANALISIS PERBANDINGAN KEBIJAKAN PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PERSIDANGAN DI BELANDA, INGGRIS, DAN INDONESIA
DOI:
https://doi.org/10.22219/audito.v1i1.12781Abstract
Tindak pidana yang bersifat ringan harus diselesaikan dengan mekanisme yang sama seperti tindak pidana yang berat, adalah salah satu bentuk ironi keadilan. Untuk mengurangi persoalan ironi keadilan tersebut, beberapa negara telah mengembangkan berbagai mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan untuk perkara-perkara yang bersifat ringan. Selain itu, sistem peradilan pidana di setiap negara secara umum juga hanya mampu memproses sebagian kecil dari seluruh tindak pidana yang terjadi sehingga penuntut umum harus melaksanakan diskresi dalam memutuskan perkara mana yang akan dilanjutkan atau dihentikan penuntutannya atau diselesaikan dengan mekanisme penyelesaian perkara pidana yang bersifat ringan di luar persidangan. Isu hukum yang dianalisis dalam tulisan ini adalah bagaimana ratio legis pengaturan mekanisme penyelesaian perkara pidana di luar persidangan di Belanda dan Inggris. Hasil dari analisis tersebut adalah ratio legis pengaturan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan adalah untuk mewujudkan keadilan melalui penyederhanaan sistem peradilan pidana dan penerapan asas kelayakan. Keadaan berbeda terjadi pada sistem peradilan pidana Indonesia karena sangat tidak efisien, tidak sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disampaikan rekomendasi bahwa asas kelayakan perlu segera diterima dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dengan cara mengadopsi teori subsosialitas sebagaimana tercantum dalam Pasal 9a Sr. dan mengadopsi mekanisme penyelesaian perkara tindak pidana yang bersifat ringan di luar persidangan dalam bentuk transaksi dengan model komposisi, dengan disertai adanya modifikasi penambahan pokok-pokok pemikiran adaptasi bagi sistem hukum Indonesia.
Keywords: penyelesaian; perkara; pidana