STUDI KASUS PEMENUHAN HAK REPRODUKSI PEREMPUAN MUSLIM MENIKAH TAHUN 2010

Authors

  • Nurfadhilah .

DOI:

https://doi.org/10.22219/sm.v7i1.1082

Abstract

Hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi setiap manusia. Bagi pasangan menikah, hak reproduksi harus dipenuhi dalam kondisi dasar consent (bebas, tidak ada paksaan), equality (tidak ada dominasi), respect (saling menghormati), trust (saling percaya/jujur), and safety (aman).

                Penelitian ini dilakukan dalam bentuk studi kasus untuk mendapatkan gambaran tentang pemenuhan hak reproduksi perempuan muslim menikah pada berbagai tahapan usia perkawinan. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan metoda pengumpulan data wawancara mendalam. Informan penelitian melibatkan 13 pasangan serta beberapa kerabat dan tetangga informan. Penelitian ini dilakukan sejak Februari hingga Agustus 2010.

                Dengan menggunakan Theory of Reasoned Action, hasil temuan dari penelitian ini dapat menjelaskan bahwa, tidak satupun informan benar-benar terpenuhi hak reproduksinya dalam kondisi CERTS. Niat untuk memenuhi hak reproduksi sangat dipengaruhi oleh sikap sebagai faktor internal dan norma subjektif, yaitu persepsi terhadap orang lain sebagai faktor eksternal. Banyaknya orang yang mempengaruhi norma subjektif informan kemudian diseleksi, sehingga hanya orang tertentu yang dipatuhi. Ancaman terjadinya pernikahan tanpa/kurang hubungan seks dapat terjadi setelah lahirnya anak pertama.

                Temuan lain adalah, kedudukan dan keputusan suami selalu mendominasi dalam berbagai hal pemenuhan hak reproduksi. Sedangkan teman dan petugas kesehatan dapat memperbesar pengaruhnya terhadap norma subjektif istri dan harus aktif serta kritis mencari informasi dan mengupayakan tercapainya kondisi kesehatan reproduksi. Dalam hal penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan yang belum/tidak lagi menginginkan anak dalam waktu dekat, hanya dilakukan oleh pihak istri. Suami umumnya pernah mencoba menggunakan kondom, tetapi merasa tidak nyaman. Pihak istri menggunakan alkon (pil, spiral, atau implan) dengan risiko mengalami efek samping tidak menyenangkan.

                Untuk mengantisipasi masalah yang terjadi dalam pemenuhan hak reproduksi pasangan menikah, pendidikan untuk menumbuhkan kesadaran tentang hak reproduksi sangat diperlukan. Suami dan istri memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam rumah tangga, sehingga tidak bisa diserahkan hanya kepada satu pihak untuk menyelesaikan masalah keluarga. Keluarga harus menyadari dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah pemenuhan hak reproduksi sejak dini. Hak reproduksi penting bagi setiap individu demi terwujudnya kesehatan individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani sesuai dengan norma-norma hidup sehat.

Kata kunci: Hak reproduksi, kesehatan reproduksi, perempuan muslim

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2012-10-10