Editorrial Jurnal Salam Volume 14 Nomor 2 Juli-Desember 2011
Abstract
EDITORIAL
Jurnal SALAM Volume 14 Nomor 2 Juli-Desember 2011 menyajikan sembilan
artikel. Sesuai dengan misi Jurnal Salam sebagai media untuk mengomunikasikan
hasil kajian dari berbagai disiplin keilmuan, maka semua artikel yang disajikan
dalam Jurnal Salam edisi terbaru ini memiliki topik yang beragam. Salah satu
topik yang disajikan pada edisi ini adalah media warisan yang dibahas dengan
menarik oleh Muslimin Machmud. Dalam artikel berjudul, Komunikasi Kearifan
Lokal Etnis Makassar Melalui Warisan Sinrilik, Muslimin Machmud mengkaji
sinrilik sebagai media yang sangat populer di kalangan etnis Makassar. Sinrilik,
menurut Muslimin Machmud, merupakan prosa lirik khas Makassar yang
biasanya dituturkan dengan membacakan sebuah naskah tulisan ataupun dihafal.
Isi pesannya kadang-kadang berupa curahan perasaan dalam syair asmara atau
percintaan, ratapan atau kesedihan karena meninggalnya seseorang, atau syair
tentang kepahlawanan, keperwiraan, keberanian, sejarah, cinta alam persekitaran,
kekuasaan Tuhan dan sebagainya. Penyampaian pesannya dapat berupa
gabungan antara bentuk komunikasi lisan dan bukan lisan. Bentuk komunikasi
lisan muncul ketika pemain sinrilik menuturkan cerita yang dibawakan, sementara
bentuk komunikasi bukan lisan muncul ketika pemain sinrilik menggunakan
simbol-simbol yang maknanya mereka pahami bersama, misalnya alat musik
yang disebut keso-keso. Atau ketika pemain sinrilik menggunakan atribut
(kostum, sarung, ataupun pasapu) dengan memilih warna tertentu dengan
makna yang berbeda-beda.
Topik lainnya yang disajikan pada edisi ini adalah tentang gender. Topik ini
dibahas oleh Khozin lewat artikel yang berjudul, Pengarusutamaan Gender (Gender
Mainstreaming) dalam Pendidikan Islam. Dalam artikel ini, Khozin coba
mengungkap apa yang ia sebut dengan paradoks antara idealitas dan realitas
yang terjadi dalam pendidikan. Banyak kesenjangan yang ditemukannya dalam
pendidikan Islam. Tetapi yang menjadi titik perhatian pada artikel yang ditulis
oleh mahasiswa program doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Gunung Jati itu, adalah bias gender dalam praktik pendidikan Islam. Menurut
Khozin, Islam sebenarnya memiliki "visi kesetaraan" dalam memosisikan kaum
perempuan di ranah publik. Tapi "visi kesetaraan" tersebut terkalahkan oleh
suatu konstruksi budaya yang cenderung mengerdilkan dan malah
memarginalkan posisi kaum perempuan. Konstruksi ini perlu direkonstruksi.
Untuk melakukan rekonstruksi ini pendidikan Islam memiliki posisi strategis.
Menurut Khozin, pendidikan Islam bisa melakukan peran pengarusutamaan
gender (gender mainstreaming).
Artikel berikutnya yang menarik dicermati adalah artikel tentang nikah misyar
yang ditulis oleh Moh Nurhakim dan Khairi Fadly. Pernikahan ini dapat
dikatakan sebagai bentuk pernikahan yang "tidak umum". Dari sisi hukum,
hingga saat ini masih diperdebatkan hukumnya oleh para ulama. Pernikahan
misy ȃ r adalah sebuah bentuk pernikahan di mana pihak wanita tidak menuntut
pemenuhan hak yang bersifat material. Wanita yang melakukan nikah misyar
hanya menuntut pemenuhan nafkah batin. Selain itu, pernikahan misyar juga
dijadikan sebagai suatu pranata sosial untuk melepas kelajangan pihak wanita.
Secara sosiologis, pernikahan misy
ȃ
r ini biasanya berlaku kepada wanita yang
berkedudukan tinggi atau berharta yang banyak tetapi masih belum kawin
karena belum ada laki-laki yang mau mendekati wanita tersebut. Hal selanjutnya
yang mendapat sorotan tajam dari kedua penulis adalah status hukum nikah
misyar. Pandangan ulama terkait dengan praktik nikah misyar ini, menurut
Moh. Nurhakim dan Khairi Fadly, terbelah ke dalam dua kubu: kelompok
yang membolehkan dan kelompok yang mengharamkan.
Tidak kalah menarik dari tiga artikel tersebut, adalah artikel yang ditulis oleh
Anas Tain yang coba mengkaji kemiskinan yang dialami oleh kaum nelayan.
Kemiskinan yang dialami oleh komunitas yang menyangga perekonomian lewat
sektor kelautan ini justru terjadi di tengah-tengah proses modernisasi perikanan
(blue revolution). Di satu pihak, menurut Anas Tain, modernisasi ini mengakibatkan
banyak perubahan dalam kehidupan sosial ekonomi nelayan. Tetapi tidak semua
lapisan masyarakat nelayan dapat menikmati berkah modernisasi perikanan
tersebut. Yang terjadi justru sebaliknya, yakni melebarnya kesenjangan sosial
ekonomi antar kelompok sosial dalam masyarakat nelayan dan meluasnya
kemiskinan. Pada rumahtangga nelayan miskin untuk bisa mempertahankan
hidup, mereka tetap mengekploitasi sumberdaya perikanan yang telah
mengalami overfishing bahkan dengan cara yang destruktif sekalipun. Hal ini
seperti ini menurut Anas Tain, memicu destructive fishing yang kemudian
mengacaukan matarantai makanan. Untuk itu diperlukan penanggulangan
kemiskinan nelayan dengan suatu strategi besar yang bersifat holistik dengan
program yang saling mendukung satu dengan lainnya. Dalam artikelnya, Anas
Tain menekankan pentingnya dilakukan perubahan alat tangkap, perubahan
orientasi jenis tangkapan, mengembangkan pekerjaan lain selain melaut serta
aneka pekerjaan yang dilakukan istri/anak nelayan.
Selain empat artikel tersebut, masih ada lima artikel lainnya yang menarik untuk
dibaca, yaitu: Diskursus Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia: Perspektif
Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia (Syamsul Arifin); Pengembangan
Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal (Tobroni); Analisis Kompetensi
Pedagogik Guru Matematika Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Malang
(Akhsanul In'am); Bridging The Gap: Islamic Movements, Democracy, and Civil Society
in Indonesia (Ishomuddin); dan Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Corporate
Social Responsibility Diclosure pada Official Website Perusahaan Publik Indonesia (Ihyaul
Ulum, Endang Dwi Wahjuni, Dian Edi Sasongko).