Jejak falsafah Alam Takambang Jadi Guru dalam repertoar musik tradisional Minangkabau
DOI:
https://doi.org/10.22219/satwika.v7i1.25242Keywords:
Kata Kunci : Alam Takambang Jadi Guru, Kesenian Minangkabau, RepertoarAbstract
Alam Takambang Jadi Guru merupakan falsafah yang melandasi cara berpikir masyarakat Minangkabau. Falsafah ini juga sebagai norma-norma adat dan turunannya untuk menjalankan kehidupan yang diatur dalam adat Minangkabau. Jejak Alam Takambang Jadi Guru atau "segala sesuatu yang ada di ‘alam’ dapat dijadikan guru" terlihat jelas dari penggunaan kata-kata yang berasal dari “alam” (sifat, tumbuhan, hewan, benda, tempat dan kegiatan maupun peristiwa atau kejadian) sebagai bagian dari norma adat yang mengatur setiap tindakan masyarakat Minangkabau baik individu maupun kelompok. Penggunaan kata maupun tutur yang merujuk kepada “alam” dalam setiap falsafah dan norma adat mengacu pada makna kiasan, sehingga falsafah dan norma adat tersebut mampu untuk memunculkan arti serta maknanya. Filosofi Alam Takambang Jadi Guru juga berdampak pada kesenian khususnya musik tradisional Minangkabau. Hal ini terlihat dalam syair dendang dan penamaan repertoar-repertoar musik tradisional Minangkabau. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana falsafah Alam Takambang Jadi Guru digunakan dan bagaimana munculnya dalam kesenian ksususnya musik tradisional Minangkabau sebagai representatif dari falsafah itu sendiri. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi serta studi literatur. Hasilnya adalah ditemukannya beberapa repertoar kesenian tradisional Minangkabau dengan menggunakan kata maupun tutur yang merujuk kepada “alam” sebagai jejak dari falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Nama maupun tutur tersebut hadir dalam repertoar-repertoar musik tradisional Minangkabau yang sesuai dengan interpretasi masyarakat Minangkabau dalam melihat fenomena “alam”.
Alam Takambang Jadi Guru is a philosophy that underlies the way of thinking of the Minangkabau people as customary norms and derivatives to carry out a life regulated in custom. The traces of Alam Takambang Jadi Guru, or "everything in nature can be used as a teacher", is seen from the use of words derived from “nature” (Characteristic, plants, animals, objects, places and activities or events) as part of customary norms that regulate every action of the Minangkabau community both individuals and groups. The use of names and speech that refer to "nature" in every philosophy and customary norm refers to figurative meanings so that these traditional philosophies and standards can bring out their meanings. The Philosophy of Alam Takambang Jadi Guru also impacts art, mainly traditional Minangkabau music. This can be seen in the dendang poetry and the naming of traditional Minangkabau music repertoire. This study aims to know the extent to which the philosophy of Alam Takambang Jadi Guru is used and how the emergence in the arts, especially Minangkabau traditional music, represents the philosophy itself. The method used in this study is descriptive qualitative with a phenomenological approach. Data collection is carried out by interview, observation and literature study techniques. The result was the discovery of several repertoires of traditional Minangkabau arts using words and words that refer to "nature" as traces of the philosophy of Alam Takambang Jadi Guru. The name and speech are present in the repertoire of traditional Minangkabau music following the interpretation of the Minangkabau people in seeing the phenomenon of nature.
Downloads
References
Alfalah. (2013). Perkembangan Talempong Tradisi Minangkabau Ke “Talempong Goyang” Di Sumatera Barat. Ekspresi Seni, 15(1), 1–23. https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Ekspresi/article/view/164/140
Ahimsa-Putra, H.S. (2005). Etnoart: Fenomenologi Seni untuk Indigasi Seni dan Ilmu, dalam Waridi (ed). Menimbang Pendekatan Pengkajian & Penciptaan Musik Nusantara. Surakarta: STSI Press,. (26-40)
Asril, A. (2015). Peran Gandang Tasa dalam Membangun Semangat dan Suasana pada Pertunjukan Tabuik di Pariaman. Humaniora, 27(1), 67-80. https://doi.org/10.22146/jh.6411
Asril, A. (2016). Pelatihan Lagu Siontong Tabang, Kureta Mandaki, dan OyakTabuik Pada Grup Gandang Tasa Anak-Anak, Sanggar Anak Nagari Desa Sungai Pasak, Kota Pariaman. Batoboh, 1(2), 145–164. https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Batoboh/article/view/151/125
Bilal, H. (2022). Dendang Singgalang dalam Pertunjukan Saluang Dendang di Kecamatan Payakumbuh Utara Sumatera Barat. http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/11039%0Ahttp://digilib.isi.ac.id/11039/2/HAMZAH BILAL_2022_BAB I.pdf
Bur, A., Anas, M. A., & Haris, A. S. (2022). ‘ Dagam ’ Kesenian Indang di Desa Mangoe Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat Kabupaten Padang Pariaman. JURNAL MUSIK ETNIK NUSANTARA, 2(1), 47–61. https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/JMN/article/view/3088
Ediwar, E., Minawati, R., Yulika, F., & Hanefi, H. (2019). Kajian Organologi Pembuatan Alat Musik Tradisi Saluang Darek Berbasis Teknologi Tradisional. Panggung, 29(2). https://doi.org/10.26742/panggung.v29i2.905
Ediwar, Minawati, R., Yulika, F., & Hanefi. (2017). Musik Tradisional Minangkabau. https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=VrxsDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR3&dq=seni+minangkabau&ots=jyH6G2VBOr&sig=eXLZfYXe-hYC5OrVLnl4w_rWHGw
Hidayat, H. A., Nursyirwan, N., & Minawati, R. (2017). Interaksi Sosial dalam Kesenian Kompang Pada Masyarakat Dusun Delik, Bengkalis. Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, 4(2), 196. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26887/bcdk.v4i2.547
Hidayat, H. A., Wimbrayardi, W., & Putra, A. D. (2019). Seni Tradisi dan Kreativitas Dalam Kebudayaan Minangkabau. Musikolastika: Jurnal Pertunjukan dan Pendidikan Musik, 1(2), 65–73. https://doi.org/10.24036/musikolastika.v1i2.26
Kurniatun, I. (2013). Mengenal Laras melalui Proses Belajar Gamelan Pada Siswa Sekolah Dasar Al-Islam 2 Jamsaren Surakarta. Abdi Seni, 5(1), 28–42. http://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/abdiseni/article/view/183%0Ahttps://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/abdiseni/article/download/183/181
Nurmalena, & Rustiyanti, S. (2014). Kesenian Indang: Kontinuitas dan Perubahan. Panggung, 24(3). https://doi.org/10.26742/panggung.v24i3.122
Rahmadinata, M. F., Bahar, M., & Sriwulan, W. (2016). Karakteristik Dan Ekspresi Dendang MuaroPeti Dari Berbagai Interpretasi Pendendang. Bercadik: Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Seni, 3(1). https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Bercadik/article/view/531/340
Sari, A. M. (2018). Konsep Dan Capaian Estetis Tale dalam Pertunjukan Seruling Bambu di Kabupaten Kerinci, Jambi. http://repository.isi-ska.ac.id/2766/
Satria, D., & Sahayu, W. (2022). Alam Takambang Jadi Guru: Menelisik Falsafah Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Di Minangkabau. Vokal: Jurnal Ilmiah Bahasa Dan Sastra Indonesia, 1(2), 75–82. https://doi.org/10.33830/vokal.v1i2.3160.
Sayuti, M. (2020). “Alam Takambang Jadikan Guru” (AJTG) Learning Model of Budaya Alam Minangkabau (BAM). 485(Iclle), 261–267. https://doi.org/10.2991/assehr.k.201109.044
Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendidikan: (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D) - Sugiyono - Google Buku (22nd ed.). Alfabeta.
Surherni, R. S. A. (2018). Surau Ke Dalam Bentuk Kemasan Tari Populer Di Kabupaten. 81–89. Tigo, I., Transpormasi, S., Sistem, D., Surherni, D., & Sn, M. (2018). Surau Ke Dalam Bentuk Kemasan Tari Populer Di Kabupaten. 81–89.
Sutiyono. (2011). Fenomenologi Seni. Yogyakarta: Insan
Persada.
Syur’aini. (2008). Pemanfaatan Falsafah Alam Takambang Jadi Guru Dalam Membangun Masyarakat Berpendidikan. Prosiding Seminar Internasional Indonesia Malaysia, 9–10.
Wimbrayardi, W., & Parmadi, B. (2021). Variabilitas Tangga Nada Talempong Pacik Dalam Konteks Kesenian Tradisi Minangkabau. Mudra Jurnal Seni Budaya, 36(2), 135–139. https://doi.org/10.31091/mudra.v36i2.1438
Yelli, N. (2018). Sastra Lisan Dalam Kesenian Saluang Dendang Sumatera Barat. Sitakara, 4. https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/sitakara/article/view/1534
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Ayuthia Mayang Sari, Hengki Armez Hidayat
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial agree to the following terms:
- For all articles published in Satwika, copyright is retained by the authors. Authors give permission to the publisher to announce the work with conditions. When the manuscript is accepted for publication, the authors agree to automatic transfer of the publishing right to the publisher.
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access)